Senin, 11 Januari 2010

10. DS. WILHELM BERUSAHA BEKERJASAMA DENGAN SADRACH.

Setahun sebelum peristiwa penangkapan Sadrach, N.G.Z.V. telah mengutus seorang pendeta muda bernama Ds. J. Wilhelm. Ia berdiam disamping rumah Bieger, sebagai pendeta Zending ia datang di Purworejo pada bulan Pebruari 1881. Ia bekerja tidak sebagai pendeta, tetapi membuka sekolah dan mengajar sebagai guru agama. Meskipun selama hampir setahun tinggal di Purworejo, tapi ia tak mengetahui soal peristiwa Sadrach, sebab ia menganggap itu bukan urusannya. Sedangkan Bieger sama sekali tidak memberitahu atau menceritakan soal itu kepada Ds. Wilhelm. Mungkin Bieger ingin mengatasi soal-soal ini sendiri, sebab ia anggap bahwa Wilhelm masih muda dan kurang pengalamannya. Ia mulai menaruh perhatian dan curiga dengan adanya beberapa anggota polisi menjaga rumah Bieger. Akhirnya ia mengetahui peristiwa itu. Ia agak heran, mengapa Bieger sama sekali tidak pernah menceritakan peristiwa itu. Ia mulai berkenalan dengan Sadrach di rumah Bieger, tapi tidak sekali-kali turut campur urusan Bieger. Hubungan kedua orang itu makin erat. Ds. Wilhelm memang suka bergaul dengan orang-orang Jawa lagipula ia pandai berbahasa Jawa. Dan tindakan Wilhelm yang manis budi dapat dirasakan juga oleh Sadrach. Wilhelm seorang pendeta yang masih sangat muda tapi sabar dan bijaksana itu tercermin dalam sikap dan kata tuturnya.

Siapa Wilhelm itu ? Jakob Wilhelm dilahirkan pada tangal 6 April 1854 di Ommen, Overijsel Nederland. Ayahnya bekerja sebagai dokter hewan. Setelah lulus dari pendidikan Theologia di Dedemsvaart, kemudian ia mengambil ujian untuk memasuki Sekolah Perguruan Theologia bagian calon pendeta utusan pada “De Utrechtsche Zendings Vereniging (U.Z.V.) tetapi sayang tidak diterima. Dengan pertolongan Ds. Witteveen di Ermelo, ia dapat memasuki sebagai mahasiswa calon pendeta utusan pada “Nederlandsche Gereformeerde Zendings Vereniging (N.G.Z.V.) dikota Leiden. Mula-mula ia menjadi murid Ds. J.H. Donner. Disini ia mendapat pelajaran bahasa Jawa dan Pengetahuan Umum selain Alkitab.

Dengan berkat Tuhan, ia lulus pada ujian terakhir sebagai calon Pendeta Utusan, pada tahun 1879. Menurut keputusan rapat N.G.Z.V. di Renkum dan Heelsum dengan persetujuan Gereja-gereja dalam lingkungan N.G.Z.V., Jakob Wilhelm dipilih dan diangkat menjadi pendeta Utusan untuk Daerah Bagelen, sebagai pembantu Ds. Bieger. Pelantikan sebagai Pendeta Utusan dilakukan pada tanggal 17 Nopember 1880. Dan pada tanggal 28 Pebruari 1881 bersama isterinya, ia tiba di kota Purworejo. Mula-mula oleh Bieger, ia diperkenalkan kepada jemaat-jemaat dalam lingkungan daerah Bagelen. Semuanya itu sebelum terjadi peristiwa Sadrach.

Menurut Ds. Wilhelm, setelah mengadakan tinjauan ke jemaat-jemaat di daerah Bagelen, ternyata bahwa keadaan orang-orang Kristen Jawa sebagian besar masih buta huruf dan sama sekali tidak ada kemajuan. Kepercayaannya berdasarkan cerita-cerita yang didengar saja, maka ia menghendaki untuk membuka sekolah terutama bagi anak-anak Jawa, supaya dikemudian kelak dapat memimpin jemaat Tuhan dengan lebih sempurna. Mula-mula ia mengumpulkan anak-anak dari pelbagai tempat untuk diberi ajaran menulis dan membaca dalam bentuk praktis, dan diadakan di pelbagai tempat. Dengan demikian ternyata mendapat banyak kemajuan. Lambat laun murid-murid makin banyak, hingga Wilhelm merasa tak mampu lagi untuk melayani sendiri. Demi kepentingan Pendidikan Sekolah, maka atas usul Ds. Wilhelm kepada N.G.Z.V., telah dibangun sebuah gedung sekolah Pendidikan Kristen di Kota Kutoarjo dan dibuka dengan resmi pada tanggal 10 Januari 1888 dengan nama Sekolah KEUCHENIUS, sebagai guru sekolah, N.G.Z.V. telah mengutus J.P. Zuidema.

Setelah Sadrach diamankan di rumah Bieger, maka Bieger kemudian mengadakan kegiatan-kegiatannya. Tanggal 10 April 1882, diadakan kebaktian di gereja yang terletak di halaman rumah Pendeta Bieger. Diadakan bukan hari Minggu melainkan hari Senin. Dalam kebaktian itu dilayani Perjamuan Kudus. Sadrach hadir juga dalam kebaktian itu, dan murid-murid Sadrach hadir juga. Bieger mengetahui bahwa hubungan murid-murid dengan gurunya masih kuat, sehingga Perjamuan kudus itu berjalan dalam suasanan yang tidak enak.

Hari-hari berikutnya Bieger berkeliling ke-kelompok-kelompok. Di situ terdapat banyak orang yang belum dibaptiskan, meskipun mereka sudah menerima pelajaran-pelajaran agama Kristen dari Sadrach dan pembantu-pembantunya. Dalam bulan April 1882, Bieger telah membaptiskan sejumlah enam ratus enam puluh delapan (668) orang. Jumlah sebesar itu, dikarenakan sejak Gereja Jawa dipisahkan dari Gereja Negara (Belanda) oleh Thieme dan sepeninggalnya Ny. Philips sama sekali tidak ada baptisan. Orang sebanyak itu, adalah hasil kerja Sadrach dan pembantu-pembantunya. Baptisan itu dilakukan di gereja Purworejo, Karangjoso, Banjur, Karangjambu, Kedungpring, Karangpucung, Pondok dan Kedungdawa

Bulan Mei 1882 lagi di: Purworejo, Ngawu-awu, Jelok, Sapuran, sebanyak 243 orang. Menyusul bulan Agustus 1882 sebanyak 12 orang di Purworejo. Tahun 1883 seorang dan tahun 1884 dua orang, lalu berhenti. Jumlah keseluruhan yang telah dibaptiskan oleh Bieger sebanyak 961 orang, dan inilah sebagai tahun kepuasan Bieger, sebab segala cita-cita telah tercapai, yaitu mencapai kedudukan. Sadrach telah disingkirkan dan ia telah berhasil membaptiskan orang banyak sekali.

Tetapi akhir tahun 1882 merupakan saat yang pahit, karena pada tanggal 10 Juni 1882 ada surat kawat dari Pemerintah Pusat (Gubernur Jendral) di Bogor kepada Residen Bagelen, yang berisi perintah agar melepaskan Sadrach kembali ke Karangjoso dan boleh melakukan tugas seperti semula.

F’s Jacob yang berkedudukan sebagai Gubernur Jendral di Bogor sejak tahun 1881, setelah mendengar beberapa laporan, tidak dapat membenarkan tindakan Residen Ligvoet dari Bagelen yang telah memfitnah Sadrach, yang terang tidak bersalah atau melakukan kejahatan terhadap hukum Negara. Sebagai Residen telah mempergunakan haknya secara sewenang-wenang terhadap sesama orang. Tindakan itu sungguh tidak bijaksana. Maka sebelum terlambat, segera ia mengirim kawat, supaya Sadrach segera dilepaskan dan dikembalikan ketempat kediamannya di Karangjoso, kemudian Ligvoet dihentikan dari jabatan sebagai Residen di Purworejo. Ia telah dipindahkan sebelum Sadrach di bebaskan.

Sadrach meninggalkan tempat kediaman Bieger kembali ke Karangjoso diiringkan oleh murid-muridnya. Kedatangannya di Karangjoso disambut dengan gembira oleh penduduk setempat terutama orang-orang Kristen. Sadrach masih tetap diakui sah sebagai guru. Ketika diadakan kebaktian hari Minggu di Karangjoso, hadir juga Residen, Bupati, Asisten Residen, Kontrolir dari Purworejo dan Kutoarjo. Dengan demikian sebagai tindakan Rehabilitasi, hal ini merupakan suatu pukulan yang berat bagi Bieger. Ia kecewa dengan kebebasan Sadrach, dan Ligvoet sudah turun dari jabatannya sebagai Residen telah pindah ke lain kota. Dengan kehendak sendiri ia mengirim surat kepada N.G.Z.V. dengan maksud hendak pulang ke negeri Belanda. Tetapi ia harus tunggu dua tahun lagi, baru pada tahun 1884 ia diperkenankan kembali ke negeri Belanda.

Pekerjaan Wilhelm makin bertambah banyak, karena selain tugas di daerah Bagelen, iapun oleh N.G.Z.V. diserahi untuk melayani daerah Tegal, menggantikan pekerjaan Ds. Ulenbusch, yang belum lama telah dihentikan dari pekerjaanya. Jemaat di daerah Tegal dan Pekalongan sudah menjadi anggota N.G.Z.V. sejak tahun 1882.

Sebelum Sadrach meninggalkan rumah Bieger, memang telah ada kata sepakat dan berjanji akan mengadakan kerjasama dalam bidang pemberitaan Injil dengan saling membantu.

Ketika Sadrach kembali ke Karangjoso pada tahun 1883, makin nyatalah hubungan mereka makin erat seolah-olah tidak dapat terpisah satu sama lain. Mereka telah melakukan pemberitaan Injil bersama kepelbagai tempat dengan jalan berkuda.

Setelah Bieger meninggalkan Purworejo pada tahun 1884, bagi Sadrach dan orang-orang Kristen Jawa ada suatu keuntungan sebab hasil-hasil pemberitaan Injil mereka telah dibaptiskan oleh Bieger. Hampir semua masih setia kepada gurunya, hanya sebagian kecil sekali yang tak menggabung dengan Karangjoso, misalnya Akimdarmo dan Kesingi.
Tak lama kemudian setelah Sadrach kembali ke Karangjoso, ia pergi ke rumah Wilhelm untuk memasukkan anak angkatnya bernama Yotham, anak Markus dari Banjur. Yotam adalah seorang murid yang setia dan sangat dikasihi oleh Wilhelm. Kemana gurunya pergi selalu diikuti oleh Yotam. Ia banyak membantu pekerjaan gurunya.


Ds. Wilhelm merasa sangat berkewajiban dimana ia harus mengasuh Jemaat-jemaat itu, karena anggota-anggota jemaat diantaranya masih terdapat kepercayaan-kepercayaan takhayul dan buta huruf dan sangat kurang pengertian mereka mengenai Alkitab. Dengan penuh kebijaksanaan dan ketekunan, sedikit demi sedikit ia memberi pelajaran-pelajaran terutama pelajaran dari Katakhismus, 12 pengakuan kepercayaan rasuli dan Peraturan Gereja.


Untuk pertama kali telah diadakan konperensi di Karangjoso yang dihadiri oleh wakil-wakil jemaat di seluruh Begelen dengan maksud mengadakan pembentukan tua-tua dan penempatan tenaga guru-guru Injil ditiap jemaat. Dalam konperensi, dilakukan pembagian Klasis dan setiap setahun sekali diadakan pertemuan sinode di Karangjoso yang dihadiri oleh wakil-wakil Klasis. Daftar anggota lebih ditertibkan. Dan menganjurkan kepada semua jemaat supaya memasukkan anak-anaknya ke sekolah Pendidikan Guru Injil di Purworejo.

Untuk menghadapi jemaat-jemaat itu, Wilhelm bertindak sebijaksana mungkin, karena ia mengetahui dengan cara bagaimana harus melayani jemaat-jemaat dan juga terutama Sadrach yang masih kurang pengertiannya mengenai Kitab Suci. Semua itu ia lakukan sedikit demi sedikit dan semua itu dilakukan dengan ramah dan penuh kesabaran dan bijaksana. Tak pernah ia menghalang-halangi apa yang ditindakan oleh Sadrach, maka dengan demikian ia sangat disukai oleh Sadrach dan jemaat di Karangjoso. Usaha membuka pendidikan Kristen itu sungguh berhasil, sebab ternyata bahwa anak-anak muda yang telah lulus dari Sekolah Keuchenius akan mewarisi semua Jemaat Kristen Jawa serta membawa ke arah kemajuan dan kelebaran Kerajaan Allah.

http://gkjsabdawinedhar.blogspot.com/2009/02/kyai-sadrach.html