Selasa, 12 Januari 2010

15. PENDETA L. ADRIAANSE

N.G.Z.V. merasa tidak ada kemampuan lagi untuk mengatasi Jemaat-jemaat terutama di daerah-daerah di Jawa Tengah bagian Selatan. Maka tugas selanjutnya diserahkan kepada Deputaat Synode Gereja-gereja Gereformeerd di Nederland bagian urusan Zending yang disebut : “ZENDING GERFORMEEDE KERKEN” (ZGK). Tahun 1894 Synode menyetujui dan menerima baik tugas itu, mengingat bahwa Zending bukan tugas perkumpulan diluar jemaat, tetapi adalah tugas Jemaat juga. Dengan demikian ZGK menerima daerah Jawa Tengah yang keadaannya agak kacau itu.

Para Deputaten telah mengundang para pendeta dari Gereja-gereja di Nederland untuk mengadakan Musyawarah Kerja. Maka oleh Deputaat Synode diminta kesediaannya supaya Gereja-gereja mengutus seorang pendeta ke daerah Bagelen.
Ds. L. Adriaanse pendeta dari Gereja Gereformeerd di Zeist, menyatakan kesediaannya menjadi pendeta utusan ke daerah yang parah itu.

Pada pertengahan Januari 1895, Pendeta Adriaanse tiba di Purworejo, berdiam di rumah Wilhelm yang sudah 3 tahun ditinggal kosong. Dengan hati-hati ia mulai merintis kembali hubungan dengan Sadrach dan jemaat di Karangjoso. Sikap Sadrach tetap terbuka, menerima baik dan ramah. Ini membuktikan bahwa Sadrach bukanlah orang yang kasar dan suka permusuhan. Banyak petunjuk-petunjuk dan pelajaran dari Adriaanse untuk membaptiskan orang-orang di desa Jenar. Tetapi sebelum ia melakukan pembaptisan itu, menurut Adiraanse supaya orang-orang itu diberi pelajaran katekisasi lagi, dan inipun sangat disetujui oleh Sadrach. Ia mengadakan perkunjungan kepada jemaat-jemaat Sadrach.. Jemaat-jemaat ini menerima baik pendeta Belanda asal bisa kerjasama dengan gurunya. Dari pengalaman Adriaanse dalam pergaulannya dengan jemaat Sadrach, ia punya harapan baik, namun ia tetap hati-hati dalam tindakannya. Pernah Adriaanse mendapat undangan untuk melayani Kebaktian di Karangjoso pada tanggal 17 Mei 1896, tetapi ia tak berani mengambil keputusan sendiri sebelum ia minta ijin kepada Nederland.

Segera ia mengirim surat kepada ZGK dan baru diijinkan dan dilaksanakan pada bulan Nopember 1896. Jelas bahwa Adriaanse masih sangat hati-hati. Apalagi mengingat Zeidena dan Scheurer sebagai rekan kerjanya masih menganggap bahwa Sadrach dan pengikutnya masih mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang bercampur dengan ketahayulan. Dalam hal itu timbul kecurigaan Sadrach, tindakan-tindakan Pendeta Belanda terlalu menggantungkan pada Nederland, hingga tak dapat mengambil keputusan sendiri, padahal menurut Sadrach bahwa segala tindakan pendeta Belanda sama sekali tidak melanggar peraturan-peraturan Gereja-gereja di Nederland. Sadrach ingin supaya Jemaatnya lebih maju dalam pengertian hal Kitab Suci. Bahkan Sadrach lebih suka pendeta-pendeta Belanda mencampuri dalam memberi pelajaran-pelajaran sesuai dengan peraturan-peraturan Gerejani, dan lebih suka lagi apabila orang-orang Kristen Jawa bisa meninggalkan adat-adat kebiasaannya yang bersifat ketahayulan itu. Bagi Sadrach dalam hal ini cukup dimengerti, memang Sadrach membiarkan mereka berbuat demikian asal tidak mengurangi kesungguhan mereka dalam menganut kepercayaan Kristen. Karena adat-adat kebiasaan orang-orang Jawa itu sudah sedemikian berakar, maka usaha Sadrach dalam pemberitaan Injil ia tidak meremehkan begitu saja nilai-nilai serta kebudayaan Jawa akan tetapi adat-adat kepercayaan orang Jawa itu diarahkan kepada kepercayaan dan pertobatan serta penyerahan kepada Tuhan Yesus Juruselamatnya.

Tetapi sayang, gereja-gereja di Nederland tidak percaya dan menyangsikan keadaan jemaat-jemaat yang di kuasai Sadrach. Memang Hal ini oleh gereja-gereja di Nederland masing sangat disangsikan, lebih-lebih Zuidema dan Scheurer; menurut pendapat mereka, Sadrach tidak mungkin dapat diperdamaikan. Anggapan-anggapan ini menyukarkan Adriaanse menuju perdamaian, hingga ia tak berani bertindak menurut pikiran dan hatinya sendiri. Padahal apa yang ia dengar dari Sadrach sendiri tentang pekerjaan Wilhelm hingga pada saat meninggal dunia adalah amat berjasa dan boleh dipuji karena semua dilakukan dengan penuh kebijaksaan dan pengertian; tapi sayang, apa yang dilakukan Wilhelm sama sekali tidak mendapat perhatian dari rekan-rekannya sendiri dan N.G.Z.V. . sebaliknya malahan dituduh sebagai murid Sadrach yang murtad.

Inspektur Lion cachet yang telah melihat dari dekat pun tidak mau menerima keterangan-keterangan Wilhelm malahan menuduh yang tidak-tidak bahwa Wilhelm tidak tegas dalam menjalankan tugasnya dan sangat lemah menghadapi Sadrach. Adriaanse pun sangat menyesali peristiwa yang pahit dan menyedihkan itu, tetapi Adriaanse pun tetap berlaku hati-hati untuk mengambil langkah mencegah pandangan-pandangan yang salah atau kesalahfahaman dari rekan-rekan sendiri, hingga tidak terjadi peristiwa seperti yang dialami Wilhelm.

Kecurigaan Sadrach makin kuat, maka ia mengambil keputusan untuk mengokohkan pendiriannya bahwa Jemaat Kristen Jawa tidak ingin dijadikan “Kristen Londo”, karena Kristen Jawa tetap menurut peraturan dan adat serta pemikiran oang Jawa, asal tidak menyimpang dari kepercayaan Kristen.

(disalin dari Rewriting by Pdt.Immanuel Adi Saputro GKJ Sabda Winedhar)
http://gkjsabdawinedhar.blogspot.com/2009/02/kyai-sadrach.html