Selasa, 12 Januari 2010

17. SADRACH MENINGGAL DUNIA; MASALAH GEREJA KERASULAN JAWA

Mulai tahun 1900 kejayaan Jemaat Kerasulan Jawa di Karangjoso dan nama Sadrach sangat termasyhur. Di almanak tahun 1900 – 1925, nama Sadrach selalu dicantumkan sebagai Rasul Jawa Tengah, diakui sah oleh Pemerintah, juga dalam Majalah-majalah Nederland Indie.

Sadrach telah lanjut usianya, maka segala pekerjaan di serahkan kepada pembantu-pembantunya : Yotham Martorejo dan kawan-kawannya. Ia sering menderita sakit.
Pada tanggal 14 Nopember 1924 Sadrach menutup mata untuk selama-lamanya. Penguburannya dipimpin oleh rasul Schmit dari Cimahi. Pendeta van Dijk dari Kebumen (sebelum dipindah ke Wonosobo) Bupati Kutoarjo utusan dari jemaat-jemaat yang tersebar di Jawa Tengah datang untuk memberi penghormatan terakhir.
Sepeninggal Sadrach, Jemaat Karangjoso dan sekitarnya goncang. Sadrach sendiri tak berputra. Anak angkatnya yaitu Yotham Martorejo yang memperoleh warisan sehingga sekarang rumah tempat tinggal Sadrach oleh cucu Yotham.

Pribadi Yotham tak berwibawa, tak mudah menggantikan kedudukan Sadrach. Ia sebagai murid Zuidema, hatinya cenderung untuk menyerahkan tugas kegerejaan kepada Zending. Tetapi rasul Schmit menghendaki supaya orang lain menggantikan kedudukan Sadrach, jika Yotham tidak sanggup. Dalam suasana yang demikian pernah datang seorang Pastoor berkunjung ke Karangjoso. Tak jelas apa yang dibicarakan. Baru kemudian hari ternyata putera Yotham masuk Katholik.

Walau bagaimanapun keadaannya, Yotham menerima kedudukan sebagai pengganti Sadrach. Tetapi banyak pemimpin kelompok tidak puas dibawah kepemimpinan Yotham. Akibatnya ada yang memisahkan diri, yaitu Abraham Wongsorejo dari Wedi Klaten. Juga Wigyosastro. Kelompok dibawah pimpinan Wijoyo juga memisahkan diri dan akhirnya menyerah kepada Zending pada tahun 1933, dan pula tak disangka-sangka Abraham Wongsorejo menghubungi pendeta van Dijk, menyatakan diri kepada Zending dan oleh Zending ia diangkat menjadi guru Injil di Wonosobo.

Akhirnya Yotham Martorejo pada tahun 1933 menyerahkan jemaat Karangjoso kepada Zending. Hal ini sebenarnya sudah menjadi angan-angan Yotham setelah Sadrach meninggal dunia. Sesungguhnya tahun 1925 hingga tahun 1933 merupakan “tahun berantakan” bagi jemaat Karangjoso. Ada beberapa pemimpin yang tetap mempertahankan ajaran Sadrach Naluri. Karena Jemaat Karangjoso sudah diserahkan kepangkuan Zending dengan resmi, maka mereka yang tetap mempertahankan kerasulan telah memisahkan diri kepelbagai tempat, misalnya di desa Ketug, di daerah Solo, Grojogan dan sebagainya.
Demikianlah Jemaat Kerasulan terpecah belah, ini sangat menyedihkan. Sedangkan Sadrach sebelum meninggal dunia telah memberi pesan agar orang-orangnya jangan tercerai berai.

Pelaksanaan penyerahan pada saat itu, telah diadakan pertemuan antara pendeta-pendeta Zending dan pemimpin-pemimpin kelompok jemaat Karangjoso untuk mengadakan pembicaraan bersama hal penyerahan jemaat Sadrach kepada Zending. Dalam pembicaraan itu telah menelorkan suatu keputusan bahwa semua Jemaat Kerasulan Sadrach diserahkan kepada Zending. Walaupun sudah demikian keputusannya, tapi ada beberapa orang yang tidak setuju dan tidak rela dengan penyerahan itu, akhirnya mereka memisahkan diri dari Jemaat Karangjoso. Penyerahan kepada Zending telah dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 1933.

Sejak itu Yotham oleh Zending diangkat menjadi guru Injil di Karangjoso. Ia mengajarkan seturut peraturan-peraturan Gereja yang sudah ditetapkan, Yotham sebagai murid Zuidema yang setia telah mendapat pelajaran-pelajaran cukup dalam pengertian ajaran Kitab Suci, hingga ajarannya tidak ada yang bertentangan dengan peraturan-peraturan Gereja-gereja Zending. Adat-adat kebiasaan Jawa yang tercampur dengan kepercayaan-kepercayaan tahyul dikalangan orang-orang Kristen makin hilang dan pengertian hal ajaran Kitab Suci makin diperkaya.
Dengan kembalinya Jemaat Karangjoso kepada Zending, sejak saat itu juga, Jemaat Karangjoso dimasukkan dalam wilayah Klasis Purworejo sebagai gereja yang belum dewasa. Hingga tahun 1936 jumlah anggota gereja di Karangjoso 110 orang. Dan jumlah anggota dalam Klasis Purworejo 1575 orang.

Gereja-gereja yang termasuk lingkungan Klasis Purworejo adalah :

Purworejo sebagai ibu Jemaat 280 anggota
Temon (dewasa) 110 anggota
Kesingi (dewasa) 80 anggota
Pahlian (dewasa) 120 anggota
Kutoarjo (belum dewasa) 90 anggota
Dermosari (belum dewasa) 50 anggota
Geparang (belum dewasa) 100 anggota
Karangjoso (belum dewasa) 110 anggota
Tlepok (belum dewasa) 120 anggota
Pituruh, Jambean, Jenar-Purwodadi
Kaliboto, Kaligesing, tunggulrejo dan Rejosari 515 anggota
Jumlah 1575 anggota

Dari jumlah tersebut belum termasuk Jemaat Magelang yang juga termasuk lingkungan Klasis Purworejo. Jumlah anggota Jemaat Karangjoso tahun 1938 = 122 anggota dan tahun 1944 = 200 anggota.

(disalin dari Rewriting by Pdt.Immanuel Adi Saputro GKJ Sabda Winedhar)
http://gkjsabdawinedhar.blogspot.com/2009/02/kyai-sadrach.html