Rabu, 06 Januari 2010

6. JEMAAT KRISTEN JAWA DIPISAHKAN DARI GEREJA PEMERINTAH BELANDA

Dengan tumbuhnya gereja-gereja di pelosok desa-desa mengakibatkan Ds. Troostenburg de Bruyn menemui kesukaran disebabkan oleh timbulnya berbagai pandangan yang saling bertentangan di antara Majelis Gereja Belanda. Sebagian mereka tidak senang jikalau Ds. Troostenburg tetap melayani Gereja-gereja Jawa dalam melayani sakramen-sakramen Perjamuan Suci dan Baptisan, dianggap melantarkan pekerjaan sendiri. Dengan alasan bahwa Ds. Troostenburg dalam tindakannya lebih memperhatikan Gereja-gereja Jawa dari pada Gerejanya sendiri. Tetapi sebagian lain menyatakan setuju dan perlu membantu Gereja-gereja Jawa yang masih muda dan belum mempunyai Pendeta sendiri, dan itu sudah menjadi kewajiban bagi Gereja yang kuat, yang harus memberi petolongan-pertolongan yang diperlukan oleh Gereja-gereja yang belum dewasa. Pertentangan dari dua golongan itu menjadi tegang. Sebagai putusan terakhir, diambil dari suara anggota dan ternyata mereka menyatakan tidak setuju.
Dengan keputusan itu Ds. Troostenburg merasa sangat menyesal, karena mereka ternyata belum mengerti tugas-tugas mereka sebagai orang Kristen, yang harus mengasihi sesama manusia dengan tidak memandang bulu. Dan memperkembangkan Injil kepada semua bangsa di dunia untuk kelebaran Kerajaan Allah.
Dalam hal ini terbukti bahwa Ds. Troostenburg sangat cinta kepada orang-orang Jawa yang mau menerima Yesus Juruselamat, dan kemajuan Jemaat Jawa sangat ia perhatikan. Sebenarnya ia tak dapat meninggalkan Jemaat Jawa. Setelah ia pertimbangkan, maka ia mengajukan permintaan untuk dipindah ke lain kota. Permintaannya diluluskan. Sebelum ia meninggalkan Purworejo, telah diadakan perayaan perpisahan di gereja Tuksongo.
Ny. Philips, Sadrach, Abisai, dan lain-lain sangat menyesalkan tindakan Gereja Pemerintah itu. Perayaan perpisahan itu sangat mengharukan jemaat Jawa. Ds. Troostenburg meninggalkan Purworejo pada tahun 1873.
Ds. Thierme, seorang pendeta baru yang mengganti Ds. Troostenburg di Gereja Pemerintah Belanda. Sifat dan kelakuannya tidak ramah bahkan memandang rendah kepada orang-orang Jawa. Ia tak suka jika orang Kristen Jawa campur menjadi satu dengan orang-orang Kristen Belanda dalam gereja Pemerintah. Hal ini menurut keputusan rapat Majelis Gereja Belanda, bahwa orang Kristen Jawa dipisahkan dari Gereja Pemerintah Belanda, dan putuslah hubungan antara Gereja Belanda dengan Gereja Jawa.
Setelah diadakan perundingan bersama antara Ny. Philips dan kawan-kawannya, mereka memutuskan untuk mengambil tindakan lain, yaitu akan minta bantuan Ds. Vermeer dari Purbolinggo buat melayani Sakramen Baptis Suci dan Perjamuan Suci. Kemudian Ny. Philips, Sadrach, Abisai, bertiga pergi ke Purbolinggo langsung menuju ke tempat Ds. Vermeer. Semua hal ikhwal yang terjadi di Purworejo diceritakannya. Setelah Ds. Vermeer mendengar keadaan itu, maka ia bersedia membantu dengan senang hati. Dari situ mereka meneruskan perjalanan ke Banyumas menuju ke tempat Ny. Van Oostrom. Ny. Van Oostrom bersedia juga membantunya.
Pada suatu hari Ds. Vermeer mengadakan perkunjungan di gereja-gereja Jawa di Bagelen. Mula-mula kedatangannya langsung menuju ke tempat Ny. Philips. Kedatangannya disambut dengan hangat oleh Jemaat Kristen Jawa Purworejo, Karangjoso, Ambal dan lain-lain tempat. Pelawatan Ds. Vermeer ke pelbagai tempat di pelosok-pelosok Desa yang sudah ada gereja, di situlah ia diminta untuk melayani Perjamuan Suci dan baptisan. Baru pertama kali ini Ds. Vermeer mengadakan pelawatan dan selama dalam pelawatannya itu ia telah membaptiskan 700 orang termasuk anak-anak. Ds. Vermeer tak memerlukan penterjemah, sebab ia sendiri mahir berbahasa Jawa, maka dari itu hubungannya dengan orang-orang Jawa sangat mudah, hingga semua itu dapat berjalan dengan baik.

(disalin dari Rewriting by Pdt.Immanuel Adi Saputro GKJ Sabda Winedhar)
http://gkjsabdawinedhar.blogspot.com/2009/02/kyai-sadrach.html